16 April 2016

Berhutang ke Bank Pemerintah vs ke Lembaga Kredt Swasta


antara bank dan kreditur swasta
Efek dari pergeseran pola hidup menjadi konsumtif adalah timbulnya hasrat untuk berhutang, apapun itu alasannya. Penulis rasa semua orang pasti berfikir atau setidaknya pernah berfikir bahwa semua hal itu bisa dimiliki, bisa dibeli; butuh atau tidak butuh. Padahal disaat yang sama kantong sedang “kanker” stadium 3..hehe. Rogoh sana sini tidak ketemu sehelai uang pun, maka langkah terakhir adalah usap jidat dan berkhayal: “oh iya..kenapa gak ngutang aja..?!”

Seperti lumrahnya hukum pasar, hampir di semua sudut permukaan bumi banyak orang yang membutuhkan uang atau pinjaman uang, maka disaat yang sama bertebaran juga orang-orang yang jualan duit untuk mencari untung dari yang membutuhkannya. Nampak sangar sekali, tapi itulah faktanya. Di artikel ini penulis gak akan bicara soal bagaimana jahatnya para penjual duit (karena emang jahat sekali…hehe..), tapi disini sedikit berbagi untuk mengenali mana penjual duit yang paling “bersahabat”, bank pemerintah atau lembaga kredit swasta. Yah karena satu dan seribu lain hal, penulis pernah mengalami kedua-duanya. Oke mari kita liat satu per satu.

bank pemerintah
Bank pemerintah merupakan lembaga keuangan milik pemerintah (biasanya BUMN) yang berfungsi sebagai saluran sirkulasi uang, baik itu yang baru dicetak oleh bank sentral (BI) maupun yang dihimpun dari masyarakat (melalui tabungan, deposito, dlsb). Karena bank memegang uang dari dua sumber ini, maka bank (diatur dengan UU) melakukan fungsi pencarian untung dengan sasaran dan target tertentu. Misal ada yang sasarannya melalui KPR dan properti, pembiayaan ekspor-impor, infrastruktur, dlsb termasuk meminjamkan uang kepada orang atau badan usaha lain dengan imbal bunga. Adapun untuk target, karena fungsinya sebagai badan usaha, bank-bank ini dibebani untuk setor sejumlah target keuntungan tertentu ke kas negara setiap tahunnya.

Nah karena dibebani target ini, salah satu produk bank pemerintah adalah meminjamkan uang pada masyarakat. Uang yang dipegang bank, dipinjamkan kepada nasabahnya dengan imbalan bunga. Saya belum paham tepatnya, apakah uang yang dipinjamkan ke nasabah ini adalah yang hasil himpunan dari simpanan nasabah (tabungan/deposito), atau dari BI. Karena setiap pengajuan pinjaman, pasti dilakukan prosedur “BI-Checking”, yaitu untuk mengecek apakah si calon peminjam punya catatan jelek dalam kredit ke BI melalui bank-bank lain.

Ketika mengajukan pinjaman, ada banyak pertanyaan dan syarat yang harus dipenuhi, ya wajar sekedar memastikan apakah si calon peminjam ini sanggup balikin pinjaman plus bunga, apakah bisa dipercaya supaya gak lari dari kewajibannya, dan seterusnya. Satu hal yang diantisipasi oleh bank adalah terjadinya kredit macet, yaitu ketika si peminjam tidak memenuhi angsuran rutinnya tiap bulan entah karena tidak sanggup atau karena alasan lain. Bank biasanya punya unit khusus untuk menjalankan fungsi ini, yang tugasnya melakukan negosiasi dengan si peminjam, bagaimana agar pinjamannya dilunasi sesuai keadaan terakhir. Perlu dicatat bahwa hutang seseorang kepada BI TIDAK AKAN PERNAH DIANGGAP LUNAS sampai kapan pun, kecuali dicover asuransi karena meninggal. Hebat kan?

Yang penulis alami dalam proses negosiasi ini, bank pemerintah masih memegang prinsip dan etika persuasif kepada nasabahnya yang stress tadi. Walau terus terang, ada juga sms dari anonimus yang isinya bernada ancaman, tapi tidak akan sampai pada tahap teror fisik, karena bank pemerintah terikat dan diawasi oleh pengawas internalnya (mungkin), bahwa urusan perdata haruslah diselesaikan dengan perdata, betapapun alot dan susahnya. Kalau sudah ancam-mengancam fisik, maka itu sudah melewati batas ranah perdata. Atau bisa juga tergantung pada jumlah dan jenis pinjamannya, apakah menggunakan agunan/jaminan atau tidak. Makanya penulis belum pernah mendengar adanya kejadian penyitaan atau penganiayaan yang dilakukan oleh bank pemerintah kepada debitur macet, karena masih mengutamakan win-win solution. Inilah mungkin (sedikit) sisi baiknya.


lembaga kredit swasta
Yang kedua, lembaga kredit swasta. Penulis mengalami ini waktu melakukan kredit kendaraan. Pada angsuran ke sekian kali, penulis berniat ingin melunasi. Namun kaget bukan kepalang pas nanya berapa sisa pinjaman untuk pelunasan, ternyata cicilan yang selama ini dibayar sekian lama tak banyak mengurangi sisa pinjaman. Kondisi ini makin membuat hati ingin segera melunasi karena kesal dengan sistem bunga piramida (sebetulnya bank juga tak jauh beda). Akhirnya dengan mengambil langkah ketiga, penulis bias melunasi kredit kendaraan tadi.

Memang dalam kredit kendaraan ini penulis tidak mengalami, atau belum sampai mengalami intimidasi fisik, apakah itu debt collector, penyitaan, dan sebagainya, karena keburu dilunasi. Tapi hal inilah yang justru membuat penulis ingin segera melunasi, yaitu banyaknya berita di media yang menggambarkan kejadian-kejadian tidak sedap para nasabah yang berhubungan dengan kreditur swasta ini, apakah itu bank, atau bentuk lembaga lainnya. Setidaknya beberapa contoh tidak sedap itu bisa kita lihat dari link-link berikut:




Para kreditur swasta biasanya bekerjasama dengan perusahaan jasa penagih hutang untuk menagih paksa para deibtur-debitur yang masuk kategori kredit macet. Dari contoh di link pertama, si petugas penagih sudah tak tanggung-tanggung lagi melakukan tindakan dalam rangka mengintimidasi nasabah, bahkan seorang pengacara pun di depan kantornya sendiri dimaki-maki seperti meneriaki seekor anjing liar. Pengacara saja digituin, apalagi orang biasa…jauh lah untuk yang namanya proses negosiasi seperti prosedur di bank pemerintah. Jadi ketika membaca iklan-iklan kredit/pinjaman di koran-koran yang sangat menggiurkan dengan iming-iming bunga murah, maka ingatlah akan risiko-risiko seperti ini.

ilustrasi debt collector
Kesimpulannya, penulis bukan pada posisi merekomendasikan untuk berhutang baik itu kepada bank pemerintah, lebih-lebih kepada lembaga kredit swasta seperti dijelaskan di atas. Namun sekedar berbagi pengalaman pribadi dan orang lain ketika berhubungan dengan lembaga-lembaga penjual duit tersebut. Masing-masing keputusan pasti ada risiko yang menunggu. Yang terbaik tentunya adalah hidup bebas hutang, bebas siksaan lapar mata, batin tenang dan tenteram. Jadi bijaklah dalam mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan, jangan memudahkan diri untuk berhutang dan berurusan dengan para penjual duit. Semoga bermanfaat.

1 comment:

Unknown said...

Halo semuanya, saya MRS FARIDAH ABAS
Anda memiliki pinjaman yang mendesak?
Apakah Anda memerlukan proyek pinjaman?
Membeli rumah atau mobil?
Membayar hutang?
Transaksi "Investasi Kredit"
Anda memiliki kesulitan keuangan?
Mereka telah ditolak oleh bank dan ditipu oleh penipu?
Pernahkah Anda mengalami trauma dalam hal ini?
Kami menawarkan pinjaman dengan bunga 2%.
Kami di sini untuk membuat masalah Anda sesuatu dari masa lalu !!
Silahkan email kami sekaligus, kami menjamin perawatan segera
Dalam 24 jam

Hubungi: Faridahabasloancompany@gmail.com
Kami adalah pelanggan Faridahabas yang dapat memberikan kepuasan pelanggan sebagai prioritas kami
Terima kasih telah memilih kami.